Diposkan pada IOI, Wanna One

Wanna One’s Cafe [First Meet : Seong Woo]

picsart_11-16-11-15-36

Title : Wanna One’s Cafe | Sub-title : First Meet
Seong Woo| Cast : Wanna One x I.O.I | Genre : AU, Romance, Friendship, Angst RatingGeneral | Duration : ChapterOther cast : Others who got mentioned | Scripwriter/Author : Lee Yong Mi / Reshma Jung | Summary : Cerita mengenai kesebelas pegawai kafe yang tampan. Bagaimana kehidupan sehari-hari mereka setelah hari pembukaan kafe?

Poster By ByunHyunji @ Poster Channel

-o-

“Peluk dia dengan erat, Seong Woo-ssi. Bagus. Lanjutkan!”

Pemotretan kesekian yang kujalani. Karena filmku akan segera rilis, maka poster untuk filmnya harus segera dibuat. Pasanganku dalam film kali ini adalah Kim So Hye, aktris yang sudah terkenal sejak tiga tahun yang lalu. Namun dia bukan terkenal karena prestasi, melainkan karena … skandal.

“Dekatkan wajah kalian dan lihat ke arah kamera! Nice!”

Hanya beberapa sentimeter lagi bagi hidung kami untuk saling bersentuhan. Mataku fokus menatap kamera, tidak memperhatikan kalau So Hye mendekatkan wajahnya dan—

“BAGUS SEKALI!”

—dia menciumku tepat di bibir. Yeah, nice.

Tidak butuh waktu lama bagi kami untuk menyelesakan pemotretan. Manajer bergegas menghampiriku dan langsung menjelaskan jadwal apa saja yang kumiliki setelah pemotretan, namun ucapannya terhenti saat seseorang hadir di antara kami.

Oppa, menurutmu bagaimana pemotretan tadi?”

Buruk.

Ingin sekali aku mengucapkan itu, namun Manajer Lee segera memberi kode agar aku bersikap manis di depannya.

“Baik, kok. So Hye menikmati pemotretannya?”

“Sangat!” jawab dia bersemangat. “Aku senang sekali karena mendapat kesempatan terakhir untuk menciummu, oppa.”

Lalu dia tertawa. Jujur saja, aku tidak menyukai tawanya ini. Semua orang sudah mengenal Kim So Hye sebagai si pembuat skandal dan aku tahu kalau dia sedang mengincarku untuk menjadi target skandal selanjutnya.

“Syukurlah kalau So Hye senang,” ucapku yang diam-diam mengambil satu langkah mundur. “Omong-omong, aku harus segera pergi. Manajer hyung, jadwal setelah ini apa?”

“Rapat dengan CEO.”

“Oh, rapat lagi,” balasku dengan menunjukkan ekspresi stress di wajah. “CEO sering sekali menemuiku sekarang. Maaf, ya, So Hye. Aku pergi dulu.”

Tanpa menunggu jawaban, aku segera melangkah pergi. Manajer Lee mengikuti dari belakang. Kami terus berjalan menuju mobil yang sudah menunggu di depan gedung. Beruntung tidak ada fans yang tahu kalau aku sedang menjalani pemotretan, jadi aku dan Manajer bisa masuk ke dalam mobil dengan lega.

“Rapat dengan CEO Pledis?” tanyaku pelan, memastikan kalau tidak ada yang mendengar selain Manajer dan supir pribadi kami. Manajer Lee mengangguk.

“Min Hyun sudah menghubungiku dari tadi. Kamu sudah terlambat lima menit dari jadwal shift-mu, Seong Woo-ah.”

“Apa dia tidak tahu seberapa sulitnya mengatur jadwal seorang aktor?” gerutuku yang segera melepas jas. Sekarang hanya kemeja putih dan celana panjang hitam yang melekat di badanku. Manajer Lee segera memberikan masker dan topi, di mana aku langsung memakai kedua benda itu.

Mobil pun melaju menuju kafe.

-o-

“Terkadang aku menyesal karena memintamu menjadi pegawai.”

Min Hyun hyung melancarkan protes pertama di detik saat aku mengganti pakaian dengan seragam. Masih mengenakan topi dan masker, kuberikan tatapan ‘yang-benar saja’ pada CEO satu itu.

Yup. Yang dimaksud dengan ‘rapat bersama CEO’ adalah waktu untuk bekerja di kafe. Min Hyun hyung memutuskan jadwalku adalah shift dua, di mana aku akan bekerja bersama Daniel, Dae Hwi, dan Guan Lin.

“Penyesalan selalu datang terakhir, hyung. Sekarang …”

Melepas topi dan masker, aku mengganti kedua benda itu dengan sebuah topeng yang menutupi seluruh wajah. Min Hyun hyung hanya memejamkan mata dengan tangan yang memijit kepala. Sepertinya dia benar-benar menyesali keputusannya dulu.

“Aku kerja dulu, hyung.”

“Tolong jangan takuti para pengunjung.”

Jempol kuacungkan karena Min Hyun hyung pasti tak bisa melihat senyum di balik topeng ini. Saat aku melangkah ke luar, seorang pengunjung langsung menyemburkan jus jeruk dari mulutnya karena terkejut melihat penampilanku.

Ingin mengatakan kalau dia terpesona akan ketampanan ini, aku harus menyingkirkan rasa narsis karena topeng pasti menutupi wajahku dengan sempurna.

“Selamat siang, Nona. Saya akan membersihkannya.”

Dengan cekatan, aku mengambil serbet dari balik saku celana lalu membersihkan tumpahan—atau muntahan—jus jeruk tersebut. Kalau aku sedang dalam versi Seong Woo sang aktor, aku pasti sudah berteriak meminta kru untuk membersihkannya. Namun sekarang, aku hanyalah Seong Woo sang pelayan. Kalau aku memerintah yang lain untuk membersihkan, Min Hyun hyung akan memecatku tanpa hormat.

Sebenarnya tidak ada masalah jika aku dipecat, hanya saja aku tidak ingin merusak hubungan yang sudah susah payah kujalin bersama dengan semua orang di sini. Kami bertemu saat belajar di universitas, di mana kebetulan aku dan Min Hyun hyung satu jurusan—bahkan satu angkatan! Kami sama-sama mengambil jurusan seni, namun berkat wajah tampan ini, aku justru berakhir menjadi seorang aktor sementara Min Hyun hyung justru mengambil alih kedudukan CEO dari orang tuanya.

Iya. Min Hyun hyung benar seorang CEO dari Pledis Entertaiment. Aku kurang mengerti bagaimana dia bisa mengambil alih pekerjaan itu dan aku tidak ingin terlalu banyak ikut campur.

Namun aku cukup penasaran kenapa Min Hyun hyung membuka kafe ini.

“Woo Sung-ssi, antarkan pesanan untuk meja nomor enam!”

“Baik!”

Serbet kotor kuletakkan pada meja di belakang kasir, lalu aku bergegas mengambil nampan dengan sepiring cheese cake dan secangkir moccacino. Meja nomor enam terletak di dekat jendela, di mana ada seorang gadis yang sudah menunggu pesanannya. Piring pun berpindah dari nampan ke atas meja, begitu pula dengan cangkirnya.

“Ini pesanan anda. Selamat menikmati,” ucapku sopan. Gadis itu menoleh, membuatku bisa melihat kacamata hitam yang bertengger di ujung hidung dan telinganya.

“Terima kasih,” ia membalas tanpa melihat ke arahku. Yah, aku tidak bisa banyak protes. Kalau dia melihat topeng ini pun pasti dia akan bertanya-tanya. Aku segera berbalik dan berniat untuk kembali ke dapur sebelum suaranya tertangkap dalam pendengaran.

“Maaf, sendoknya ada di sebelah mana, ya?”

What?

Semanja apa perempuan ini? Jelas sekali kalau sendok dan garpu sudah berada di atas meja, namun dia masih bertanya padaku. Apa dia mau aku mengambilkan peralatan makan lalu menata dua benda itu di samping piringnya? Kalau iya, aku tidak akan sungkan untuk menghilangkan kesopanan ini dan—

“Maaf menunggu. Ini sendoknya.”

Guan Lin sudah terlebih dahulu menghampiri si perempuan dan mengambilkan sendok untuknya. Aku mendelik, ingin memarahi si bocah. Kenapa dia harus memenuhi permintaan manja itu? Tunggu saja, nanti aku akan memarahi Guan Lin sehabis ini di belakang.

“Ada lagi yang dibutuhkan, Nona? Piringnya perlu didekatkan agar anda tidak sulit memakan cheese cake-nya?”

“Tidak apa-apa. Aku bisa mengira-ngira jaraknya. Terima kasih atas tawarannya, Tuan …”

“Nama saya Guan Lin, Nona. Kalau anda perlu apa-apa, tinggal panggil nama saya.”

“Baik. Terima kasih sekali lagi, Tuan Guan Lin.”

“Panggil Guan Lin saja.”

Dari balik topeng, tanpa sadar aku memfokuskan pandangan pada gerak-gerik perempuan itu. Pandangannya selalu tertuju ke depan, di mana sendok di tangan kanan diarahkan perlahan menuju sudut piring. Sendok itu tidak menyentuh cheese cake, jadi dia menarik kembali benda itu dan mulai mengarahkan lagi ke arah yang berbeda. Pada detik inilah aku menyadari bahwa perempuan itu …

“Sudah paham, hyung? Ayo, bekerja lagi.”

… buta.

 

Bersambung

Up next : Wanna One’s [Ji Sung]

Penulis:

220197 | Author & Artworker | BTS | Writing is my life

Tinggalkan komentar